PROLOG MALIOBORO: SEBUAH AWAL
Semenjak awal abad ke-20 muncul jalan-jalan pertokoan modern di kotakota di Hindia
Belanda. Menurut Raap (2015: 319), konsep dengan jalanan pertokoan ala Eropa, dengan
deretan toko di kedua sisi jalan, tampaknya menjadi tren di Hindia Belanda. Jalan pertokoan
tersebut tumbuh di sekitar pecinan, jalan utama kota, atau jalan arteri perifer kota lama.
Di Yogyakarta, jalan pertokoan kolonial yang paling tersohor kala itu adalah Malioboro.
Secara spasial, berdasarkan sejumlah artikel surat kabar dan juga tulisan lain yang terbit pada
masa kolonial, Malioboro seringkali merujuk pada jalanan sepanjang +2 kilometer dari utara
kraton (setelah Alun-Alun Lor) ke utara sampai Tugu yang terdiri dari beberapa ruas jalan:
Kadasterstraat (Pangurakan); Residentielaan dan Patjinan (Margo Mulyo); Malioboro; dan
Toegoeweg atau Toegoe Kidul (Margo Utomo)
1 Kadasterstraat membentang dari utara
Alun-Alun Utara hingga Titik Nol Kilometer; Residentielaan dari Titik Nol Kilometer hingga
Benteng Vredeburg; Patjinan dari Pasar Gedhe hingga Ketandan; Malioboro dari Kepatihan